
MAMUJU, — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulbar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT. Manakarra Unggul Lestari (MUL) dan Forum Mahasiswa Pemerhati Keadilan (FMPK) Sulbar terkait persoalan penahanan sertifikat lahan sawit petani oleh Bank BCA.
RDP ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Sulbar, Munandar Wijaya didampingi Anggota Jumiati di Ruang Rapat Komisi II, Kamis, 22 Mei 2025.
Dalam pertemuan itu, General Manager PT. MUL, Muhammad Dahlan menjelaskan secara gamblang terkait tudingan mahasiswa terhadap PT.MUL dan Bank BCA yang menahan sertifikat tanah masyarakat atau petani sawit. Menurutnya, penahanan sertifikat petani sawit oleh Bank BCA karena mereka tidak membayar kewajibannya ke Bank.
“Kita berterima kasih kepada mahasiswa yang meminta RDP ini dan Wakil DPRD Sulbar sehingga kami bisa menampilkan dan menjelaskan data-data yang diperoleh.
Dan kita juga sudah menjelaskan mengenai persoalan penahanan sertifikat oleh Bank BCA. Itu akibat ulah letani sendiri yang tidak mau membayar cicilannya di Bank,” ujarnya.
Muh. Dahlan mengaku tidak punya niat sedikitpun untuk melakukan penahanan terhadap sertifikat petani sawit. Ia menjamin, setelah petani sawit melunasi sangkutan-sangkutannya ke pihak Bank, maka langsung akan diberikan sertifikat lahan sawit kepada petani.
“Kalau pembayarannya sudah lunas, ya kita kasikan sertifikatnya. Tapi kalau belum lunas, ya kita tahan dulu sampai mereka melunasi tunggakan mereka. Intinya kalau sudah lunas kita kasikan,” tegas Dahlan.
Dahlan menambahkan, tidak semua petani sawit ditahan sertifikatnya oleh pihak Bank. Sudah banyak petani yang diberikan sertifikatnya, karena mereka sudah melunasi kewajibannya.
“Sudah ada petani yang mengambil sertifikatnya. Namun masih ada juga yang belum mendapatkan sertifikat. Saya tidak hafal, yang pastinya masih ada ratusan hektare,” tambah Dahlan.
Dahlan menjelaskan, awal mula petani tidak lagi membayar cicilanya ke Bank karena sejak tahun 2021 mereka sudah mengelola lahan mereka sendiri. Sejak sawit petani tidak lagi dikelola oleh PT. MUL, otomatis PT. MUL tidak bisa lagi mengontrol pembayaran mereka ke Bank.
Akibatnya, petani sesuka hati mau melakukan pembayaran cicilan mereka atau tidak ke Bank. Sehingga, yang tetap rutin melakukan pembayaran maka mereka bisa mendapatkan sertifikat. Sebaliknya, yang tidak melakukan pembayaran atau menunggak tidak bisa diberikan sertifikat sampai mereka melakukan pelunasan terlebih dulu.
“Tepatnya sejak harga buah sawit lagi tinggi mereka meminta untuk mengelola sendiri. Tapi saat mengelola sendiri, mereka tidak taat melakukan pembayaran. Tapi tidak semuanya. Sehingga yang patuh melakukan pembayaran diberikan sertifikat yang tidak patuh ditahan sertifikatnya,” ujar Dahlan.
Dahlan mengaku sempat heran dengan RDP yang dilakukan forum mahasiswa kepada PT. MUL terkait penahanan sertfiikat ini. Karena, petani yang ditahan sertifikatnya saja tidak pernah ribut-ribut. Ternyata ada orang luar yang bukan dari petani sawit mempermasalahkan.
“Makanya kita juga heran diwilayah kita kok adem-adem saja tiba-tiba ada RDP ini. Yang jadi masalah yang ribut ini bukan orang Tommo dan bukan petani jadi tidak nyambung sebenarnya. Tapi tadi sudah kita jelaskan biar mereka faham,” paparnya.
Dahlan berharap, agar petani yang melakukan penunggakan pembayaran agar segera melakukan pembayaran agar cepat lunas supaya bisa mengambil sertifikat mereka di Bank.
Kita berharap teman-teman petani dan mitra bisa menyetor buah sawitnya ke perusahaan biar cepat lunas. Karena tidak pernah membayar maka sampai kapanpun tidak pernah lunas. Kita berharap mudah-mudahan dengan terungkapnya pemasalahan ini, petani yang menunggak bisa kembali melakukan pembayaran,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sulbar, Munandar Wijaya mengatakan bahwa semua tuntutan Forum Mahasiswa Pemerhati Keadilan Sulbar bisa dijawab dengan jelas oleh pihak PT. MUL.
“Dari penjelasan PT. MUL ter